“Ayo lanjut aja???” ajak Joko. “Apa-apaan ini, masa treknya cuma segini doing eh doang?”lanjutnya. “Yok mangkat!!!” Aku menyemangati. Beberapa meter dari tanda silang itu, aku dan Joko ketemu sekumpulan tulang belulang hewan. Kami sudah bersusah payah mengidentifikasi hewan yang mati meninggalkan tulangnya itu. Tapi lagi-lagi prediksi kami hanya sekitar kebo, banteng atau Macaca. Aku pun teringat pesan Mas Nasir, anggota Biolaska angkatan II yang pesen tulang dari hutan sebagai imbal peminjaman kompor gasnya. (he,he, maapin Yak, mas Nasir, q sebut namamu gak pake ijin. Sengaja sih..). “Wes gowo wae Ndoer, njupuk sek gedhe ben keno go nggebug banteng nek ketemu!’’ kata Joko. In Indonesia Languange is: “ Udah dibawa aja Ndoer (panggilan untukQ), ambil tulang yang paling gedhe, supaya bisa buat mukul Banteng kalau ketemu!”.
Akhirnya dengan berbekal PD kami lanjutkan menerobos trek sambil mengamati kanan kiri. Bagai preman pasar yang membawa senjata tajam andalan, Joko berjalan di depan dan aku pun mengikutinya di belakang. Agak takut juga sih dalam hatiku, siapa tau kan ada Kebo atau Ajag (temennya Anjing) yang mengendap-endap mengikuti kita dari belakang. He, he Lebay…Tiba di suatu tempat, langkah kami terhenti. Wuiiihhh, bener-bener surga burung. Kawanan Burung Gelatik Jawa memenuhi area itu. Puluhan… Ratusan… Ribuan… Gak mungkin bisa dihitung, mulai dari Gelatik Jawa yang masih juvenile, immature bahkan yang udah nenek kakek. Tiba-tiba mata Joko tertuju pada suatu batang pohon yang ramai akan Gelatik. “Woi Ndoer, kae manuk opo gedhe tenan??” (“Woi Ndoer, itu burung apa koq besar sekali?’’ Aku belum sempat melihatnya, sepintas terlihat saat terbang menghampiri kawanan Gelatik Jawa berwarna cokelat krem dan susah diident. Gak suka penasaran lama-lama, Joko pun langsung menghampiri pohon itu. Tak lama ia mengamati. Tiba-tiba ia langsung menoleh ke arahku sambil senyum-senyum sendiri. Aku belum menangkap kesenangan apa yang sedang menggelayuti pikirannya. “Idih… jangan-jangan Joko kesambet?”pikirku.
Akhirnya dia segera menghampiriku sambil terus senyum-senyum. “Gandhoer,,, Gandhoer,,, Brontok Ndoer,,, Brontok!!!”ujarnya. “Lagi bertengger, dekeeeet banget! Aku ra percoyo nek iso ndelok Brontok secedhak itu.” lanjutnya. “Yang bener Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus/Crested Hawk Eagle)?” tanyaku enak. Belum sempat dia lanjutkan, terdengar suara Betet Biasa (Psittacula alexandrii/Red breasted Parakeet) yang melintas di depan kami, namun sayang, burung itu lantas tak menunjukkan ujung paruhnya yang bengkok dan ekornya yang panjang meruncing.
“Balik yok Jok” ajakku. Akhirnya dia tak menjawab dan langsung menuju arah pulang, aku pun mengikutinya. Kita sama-sama tahu jika tak segera putar arah, kita akan kehabisan waktu sampai Camp. Sampai di tempat Mas Untung dan Mas Imam, kita langsung membuat sedikit sket burung yang kami temukan. Tiba-tiba muncul beberapa ekor burung Bondol yang sedang terbang. Aku pun lantas semangat untuk mengidentifikasinya. Tau kenapa? Karena aku berharap itu bukanlah bondol Peking, tapai Bondol jenis lain, Bondol Jawa misalnya. Hi ih! Sebel banget. Gara-gara kacanya matanya ku lensanya hilang tadi pas masuk ke evergreen, akhirnya aku kesusahan untuk mengident Bondol yang terbang tadi. “Asem tennan!!! Bondol apa itu tadi??? Bondol jawa bukan ya???” tanyaku pada siapa aja yang ada disitu. “Iya bondol Jawa.” jawab Mas Untung pendek. Asyyikkk….. Dalam hatiku sangat senang sekali karena burung jenis ini lah yang aku cari-cari dari kemaren, ternyata baru nongol sekarang toh. Hmmm… Mas Imam pun langsung mencatat, Bondol Jawa(Lonchura leucogastroides/Javan Munia) dari family Estrildidae. Dan aku langsung membuat sketsa dan deskripsinya.
Akhirnya dengan berbekal PD kami lanjutkan menerobos trek sambil mengamati kanan kiri. Bagai preman pasar yang membawa senjata tajam andalan, Joko berjalan di depan dan aku pun mengikutinya di belakang. Agak takut juga sih dalam hatiku, siapa tau kan ada Kebo atau Ajag (temennya Anjing) yang mengendap-endap mengikuti kita dari belakang. He, he Lebay…Tiba di suatu tempat, langkah kami terhenti. Wuiiihhh, bener-bener surga burung. Kawanan Burung Gelatik Jawa memenuhi area itu. Puluhan… Ratusan… Ribuan… Gak mungkin bisa dihitung, mulai dari Gelatik Jawa yang masih juvenile, immature bahkan yang udah nenek kakek. Tiba-tiba mata Joko tertuju pada suatu batang pohon yang ramai akan Gelatik. “Woi Ndoer, kae manuk opo gedhe tenan??” (“Woi Ndoer, itu burung apa koq besar sekali?’’ Aku belum sempat melihatnya, sepintas terlihat saat terbang menghampiri kawanan Gelatik Jawa berwarna cokelat krem dan susah diident. Gak suka penasaran lama-lama, Joko pun langsung menghampiri pohon itu. Tak lama ia mengamati. Tiba-tiba ia langsung menoleh ke arahku sambil senyum-senyum sendiri. Aku belum menangkap kesenangan apa yang sedang menggelayuti pikirannya. “Idih… jangan-jangan Joko kesambet?”pikirku.
Akhirnya dia segera menghampiriku sambil terus senyum-senyum. “Gandhoer,,, Gandhoer,,, Brontok Ndoer,,, Brontok!!!”ujarnya. “Lagi bertengger, dekeeeet banget! Aku ra percoyo nek iso ndelok Brontok secedhak itu.” lanjutnya. “Yang bener Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus/Crested Hawk Eagle)?” tanyaku enak. Belum sempat dia lanjutkan, terdengar suara Betet Biasa (Psittacula alexandrii/Red breasted Parakeet) yang melintas di depan kami, namun sayang, burung itu lantas tak menunjukkan ujung paruhnya yang bengkok dan ekornya yang panjang meruncing.
“Balik yok Jok” ajakku. Akhirnya dia tak menjawab dan langsung menuju arah pulang, aku pun mengikutinya. Kita sama-sama tahu jika tak segera putar arah, kita akan kehabisan waktu sampai Camp. Sampai di tempat Mas Untung dan Mas Imam, kita langsung membuat sedikit sket burung yang kami temukan. Tiba-tiba muncul beberapa ekor burung Bondol yang sedang terbang. Aku pun lantas semangat untuk mengidentifikasinya. Tau kenapa? Karena aku berharap itu bukanlah bondol Peking, tapai Bondol jenis lain, Bondol Jawa misalnya. Hi ih! Sebel banget. Gara-gara kacanya matanya ku lensanya hilang tadi pas masuk ke evergreen, akhirnya aku kesusahan untuk mengident Bondol yang terbang tadi. “Asem tennan!!! Bondol apa itu tadi??? Bondol jawa bukan ya???” tanyaku pada siapa aja yang ada disitu. “Iya bondol Jawa.” jawab Mas Untung pendek. Asyyikkk….. Dalam hatiku sangat senang sekali karena burung jenis ini lah yang aku cari-cari dari kemaren, ternyata baru nongol sekarang toh. Hmmm… Mas Imam pun langsung mencatat, Bondol Jawa(Lonchura leucogastroides/Javan Munia) dari family Estrildidae. Dan aku langsung membuat sketsa dan deskripsinya.
“Ayo segera pulang, keburu habis waktunya??”salah satu dari kita pun mengajak segera melanjutkan perjalanan pulang ke Camp (yang merasa ngomong angkat tunggir!?). Akhirnya kita berempat segera bangkit dari duduk santai dan segera melangkah lagi. Setelah beberapa menit berjalan, Mas Imam dan Mas Untung berada di depan, Aku dan Joko di belakang sambil mengamati kanan kiri jalan. “Kae manuk kae lho Ndor, nangkring nang ranting nang wit garing (itu burung Ndor sedang bertengger di dahan pohon kering),” Joko memberi tahu. Segera ku angkat bino yang menggantung di leher. “Nek tak kiro yo balae punai-punaian koq (Kalau kukira burung itu sebangsa punai dari family Columbidae)?” Joko menambahkan karena mungkin terlalu lama menungguku mengamati burung itu.
Aktivitas nyeket manuk
Dan benar saja tebakan Joko. “Iya, tubuh dominan hijau dan bagian dada berwarna jingga. Punai Siam (Treron bicincta/Orange-breasted Green Pigeon)!” aku sedikit berteriak. Hmm,,, tambah satu lagi. Kami pun segera menyusul kedua mas-mas yang sedang bermesraan di depan. Kami berempat pun kumpul dan rukun kembali. Segera saja kucatat temuan barusan sambil berjalan. Tak terasa aku dan mas Imam tertinggal oleh langkah Joko dan Mas Untung. Aku dan Mas Imam berjalan agak santai dan sesekali mengamati setiap pergerakan dahan dan pohon. Ternyata gak sia-sia juga. Tiba-tiba seekor Punai Penganten (Treron griseicauda/Grey-cheeked Green Dove) melintasi trek di depan kami dan langsung nangkring di pohon dekat jalan. Dengan mudah kami langsung bisa identifikasi dan deskripsi sepuasnya. Hmmm, kita tinggalkan burung itu dengan segera mengingat waktu makin sole, eh makin sore maksudnya, apalagi belum menunaikan kewajiban sholat Ashar. Segera kami nambah kecepatan jalan. Tambah satu lagi nih, beberapa burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus/Oriental White-Eye) melintas dengan suaranya yang bisa dikenali telingaku. Langsung cateeet Mang,,,,.
Weitssss,,, tunggu ada hitam di hutan. Seekor burung warna hitam keseluruhan dengan ekor yang sangat panjang dan membulat membentuk sendok. Duarrrrrrr….. TANGKAR CENTRONG (Crypsirina temia/Racket-tailed Treepie) dari family Corvidae melintas di depan kami lagi. Bbeeuh…. mantabz! Dengan segera ditambah ke list Burung Aye.
Jingjing Batu (Hemipus hirundinaceus/Black-winged Flycatchershrike)
Waktu menunjukkan pukul 17.00 Wib. Ingin rasanya segera sampai ke Camp, mengingat beberapa jenis burung belum sempat dibuat sketsanya. Wushhhhh,,,, Ngengg Ngengg Ngengg,,, akhirnya sampe juga di camp. Dengan segera aku mencari orang bernama Ruri Similikiti Wili-Wili (anggota Tengkek) untuk kumintai tolong membantu membuat sketsa selama aku sholat Ashar. Selesai sholat aku langsung bergegas memegang pensil untuk memberikan deskripsi sket yang telah dibuat Ruri. Wow ada tambahan spesies dari Mas Agung yang terfoto lewat kameranya yang cool abiz itu. Jingjing Batu (Hemipus hirundinaceus/Black-winged Flycatchershrike). Bar kui ijek eneng maneh,! Layang-layang Loreng (Hirundo striolata/ Striated Swallow). Wuihhh, 22 spesies terkumpul hari itu. Dan demikian yang dapat saya sampaikan. Banyak kurangnya, tolong ditambahi. Salam Baluran Berkesan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar